Selasa, 03 April 2012

Psikologi Kematian Dalam Menghadapinya


Psikologi Kematian Dalam Menghadapinya

Sumber gambar: lenasayati.blogspot.com

Kematian adalah subyek yang kebanyakan orang tidak suka untuk mendengar, membicarakan, atau bahkan memikirkannya. Jelas hal ini memberikan suatu pertanyaan, “mengapa??”
Terlepas dari semua itu suka atau tidak suka, setiap orang dari kita semua pasti akan mengalami kematian atau meninggal dunia. Dan bahkan sebelum kita mengalami kematian, sudah berapa banyak kita telah menyaksikan orang lain atau salah satu anggota keluarga kita yang mendahului kita semua. Kematian adalah realitas, atau suatu fakta yang nyata. Dengan demikian apakah kita tetap menutup hati dan pikiran akan hal ini? Dari tulisan ini mari kita coba mendekati apakah kematian itu sebenarnya dan bagaimana kita menghadapinya.

Mungkin rasa tidak nyaman kita terhadap kematian disebabkan kita berpikir bahwa kematian akan menjadi pengalaman yang sangat menakutkan, kegelapan, alam kubur yang lembab, menyakitkan dan masih banyak lagi. Terlepas dari semua itu sebaiknya kita memandang kematian sebagai awal untuk mengintropeksi diri, kesadaran akan hal-hal yang penting di kehidupan ini, janji terhadap kepercayaan spiritual yang kita percayai masing-masing dan waktunya untuk mendalami cinta kasih.

Mari kita ambil contoh dari IntaMcKimm, direktur Buddhist Center di Brisbane, Australia. Inta meninggal karena kanker paru-paru pada bulan Agustus 1997. dua bulan sebelum kematiannya dia menulis surat kepada guru spiritualnya, Lama Zopa Rinpoche : “walau saya mati, ini adalah waktu yang paling bahagia didalam kehidupan saya... kerena sebuah kehidupan yang lama tampak begitu keras, begitu sulit. Namun ketika mengenal kematian dengan benar, kehidupan ini berubah menjadi kebahagiaan terbesar. Saya tidak ingin seseorang kehilangan kebahagian pada saat kematiannya, kebahagian besar yang datang dengan cara mengenal ketidakabadian dan kematian. Ini cukup mengejutkan dan di luar dugaan dan benar-benar sangat membahagiakan. Ini adalah kebahagiaan terbesar dari seluruh kehidupan saya, petualangan yang besar dan pesta terbesar.”

Inta menghabiskan beberapa bulan terakhir dari hidupnya dengan mengabdikan dirinya pada praktek spiritual. Pada saat kematiannya, pikirannya damai, dan dia di kelilingi oleh keluarga dan teman-temanya yang berdoa untuknya.

Disini kita akan berpacuan pada perspektif Buddhisme yang banyak memiliki pandangan mengenai kematian. Kematian adalah sesuatu yang alami  merupakan bagian yang tak terhelakan dari sebuah kehidupan manapun di dunia ini. Kadang-kadang orang berpikir kematian sebagai suatu hukuman untuk hal-hal yang buruk yang pernah kita lakukan, atau sebagai suatu kegagalan atau kesalahan. Faktanya adalah kematian adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam. Contoh sederhana yang di ajarkan alam kepada kita tentang kematian adalah seperti matahari terbit dan akhirnya tenggelam, seperti musim yang datang dan silih berganti, seperti bunga-bunga yang indah namun akhirnya harus layu dan mengering. Semua ini adalah kehidupan selama beberapa waktu saja dan akhirnya pun harus meninggalkannya.

Christine longaker, seorang perempuan Amerika, yang memiliki pengalaman kerja menangani orang meninggal selama lebih dari dua puluh tahun, telah memformulasikan empat tugas yang akan membantu kita untuk menghadapi kematian, dan menjalani kehidupan secara penuh dan berarti. Keempatnya adalah:

  1. memahami dan mentransformasikan penderitaan. Secara mendasar ini berarti bersedia menerima sebagai suatu masalah, kesulitan-kesulitan, dan pengalaman-pengalaman yang menyakitkan. Bagian ini tak terpisahkan dari kehidupan dan belajar menanggulangi akan hal itu. Kita dapat belajar menanggulangi penderitaan yang lebih kecil, sebagaimana kita menjalani kehidupan maka kita akan mampu menanggulangi penderitaan, penderitaan yang lebih besar dengan lebih baik pada saat menghadapi kematian nanti.
  2. menjalani suatu koneksi, memulihkan hubungan dan melepaskan (tidak terikat). Tugas ini mangacu pada hubungan kita dengan orang lain, secara khusus keluarga dan teman-teman. Hal-hal penting yang harus kita lakukan adalah belajar dari berkomunikasi secara jujur, welas asih dan tanpa keakuan, dan menyelesaikan masalah dengan orang lain (jika ada) yang belum terselesaikan.
  3. mempersiapkan diri secara spiritual untuk menghadapi kematian. Christine menulis: “setiap tradisi keagamaan menekankan bahwa mempersiapkan diri secara spiritual untuk menghadapi kematian adalah penting sehingga seseorang melaksanakan praktek mendarah daging dengan begitu dalam sehingga dia menjadi bagian dari daging dan tulang kita, respons reflektif kita terhadap setiap situasi dalam kehidupan, termasuk pengalaman-pengalaman dari penderitaan kita.”
  4. menemukan arti kehidupan. Banyak orang menjalani kehidupan tanpa suatu gagasan yang jelas mengenai apa tujuan dan arti kehidupannya. Kurangnya kejernihan mengenai hal ini dapat menjadi suatu problem ketika seseorang menjadi bertambah tua dan semakin dekat dengan kematian sebab seseorang akan semakin lemah dan lebih bergantung pada orang lain. Maka perlu menyelidiki pertanyaan-pertanyaan semacam ini, “apa tujuan hidup saya? Mengapa saya berada di sini?apa yang penting dan tidak penting?”

Sesungguhnya tulisan ini hanya sebagian titik dari sebuah maha karya lukisan yang menggambarkan kematian. Masih perlu kita sadari bahwa sebuah kematian adalah titik awal dari proses belajar kehidupan, masih banyak embun tetes air yang perlu kita serapi kedalam kesadaran hidup ini. Saya berharap dengan inspirasi sederhana ini kita semua dapat menerima kematian dan tidak begitu takut terhadapnya, baik kematian terhadap diri sendiri maupun kematian orang lain. Jadikan diri kita penuh damai, sadar dan bijaksana dalam menyikapi kematian.

Daftar Pustaka: Khadro, Sangye Ven. 2007. Menghadapi Kematian. Dian Dharma, Jakarta.

6 komentar:

  1. wah pembahasaan yang berat tapi dijelaskan dengan menarik :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah,. justru gw banyak nyontek dari u,. tulisan u bener2 menarik semua,. :)

      Hapus
  2. robertt pembahasan nya mantep-mantep

    BalasHapus
  3. buset dah ini bet, gak gw baca sampe abis sih, takut gw sama yang mati mati gitu...

    BalasHapus