Psikologi Kematian Dalam Menghadapinya
Kematian adalah subyek yang
kebanyakan orang tidak suka untuk mendengar, membicarakan, atau bahkan
memikirkannya. Jelas hal ini memberikan suatu pertanyaan, “mengapa??”
Terlepas dari semua itu suka
atau tidak suka, setiap orang dari kita semua pasti akan mengalami kematian
atau meninggal dunia. Dan bahkan sebelum kita mengalami kematian, sudah berapa
banyak kita telah menyaksikan orang lain atau salah satu anggota keluarga kita
yang mendahului kita semua. Kematian adalah realitas, atau suatu fakta yang
nyata. Dengan demikian apakah kita tetap menutup hati dan pikiran akan hal ini?
Dari tulisan ini mari kita coba mendekati apakah kematian itu sebenarnya dan
bagaimana kita menghadapinya.
Mungkin rasa tidak nyaman kita
terhadap kematian disebabkan kita berpikir bahwa kematian akan menjadi
pengalaman yang sangat menakutkan, kegelapan, alam kubur yang lembab,
menyakitkan dan masih banyak lagi. Terlepas dari semua itu sebaiknya kita
memandang kematian sebagai awal untuk mengintropeksi diri, kesadaran akan
hal-hal yang penting di kehidupan ini, janji terhadap kepercayaan spiritual
yang kita percayai masing-masing dan waktunya untuk mendalami cinta kasih.
Mari kita ambil contoh dari
IntaMcKimm, direktur Buddhist Center di Brisbane, Australia. Inta meninggal
karena kanker paru-paru pada bulan Agustus 1997. dua bulan sebelum kematiannya
dia menulis surat kepada guru spiritualnya, Lama Zopa Rinpoche : “walau saya
mati, ini adalah waktu yang paling bahagia didalam kehidupan saya... kerena
sebuah kehidupan yang lama tampak begitu keras, begitu sulit. Namun ketika
mengenal kematian dengan benar, kehidupan ini berubah menjadi kebahagiaan
terbesar. Saya tidak ingin seseorang kehilangan kebahagian pada saat
kematiannya, kebahagian besar yang datang dengan cara mengenal ketidakabadian
dan kematian. Ini cukup mengejutkan dan di luar dugaan dan benar-benar sangat
membahagiakan. Ini adalah kebahagiaan terbesar dari seluruh kehidupan saya,
petualangan yang besar dan pesta terbesar.”
Inta menghabiskan beberapa
bulan terakhir dari hidupnya dengan mengabdikan dirinya pada praktek spiritual.
Pada saat kematiannya, pikirannya damai, dan dia di kelilingi oleh keluarga dan
teman-temanya yang berdoa untuknya.
Disini kita akan berpacuan
pada perspektif Buddhisme yang banyak memiliki pandangan mengenai kematian.
Kematian adalah sesuatu yang alami
merupakan bagian yang tak terhelakan dari sebuah kehidupan manapun di
dunia ini. Kadang-kadang orang berpikir kematian sebagai suatu hukuman untuk
hal-hal yang buruk yang pernah kita lakukan, atau sebagai suatu kegagalan atau
kesalahan. Faktanya adalah kematian adalah bagian yang tak terpisahkan dari
alam. Contoh sederhana yang di ajarkan alam kepada kita tentang kematian adalah
seperti matahari terbit dan akhirnya tenggelam, seperti musim yang datang dan
silih berganti, seperti bunga-bunga yang indah namun akhirnya harus layu dan
mengering. Semua ini adalah kehidupan selama beberapa waktu saja dan akhirnya
pun harus meninggalkannya.
Christine longaker, seorang
perempuan Amerika, yang memiliki pengalaman kerja menangani orang meninggal
selama lebih dari dua puluh tahun, telah memformulasikan empat tugas yang akan
membantu kita untuk menghadapi kematian, dan menjalani kehidupan secara penuh
dan berarti. Keempatnya adalah:
- memahami
dan mentransformasikan penderitaan. Secara mendasar ini berarti bersedia
menerima sebagai suatu masalah, kesulitan-kesulitan, dan
pengalaman-pengalaman yang menyakitkan. Bagian ini tak terpisahkan dari
kehidupan dan belajar menanggulangi akan hal itu. Kita dapat belajar
menanggulangi penderitaan yang lebih kecil, sebagaimana kita menjalani
kehidupan maka kita akan mampu menanggulangi penderitaan, penderitaan yang
lebih besar dengan lebih baik pada saat menghadapi kematian nanti.
- menjalani
suatu koneksi, memulihkan hubungan dan melepaskan (tidak terikat). Tugas
ini mangacu pada hubungan kita dengan orang lain, secara khusus keluarga
dan teman-teman. Hal-hal penting yang harus kita lakukan adalah belajar
dari berkomunikasi secara jujur, welas asih dan tanpa keakuan, dan
menyelesaikan masalah dengan orang lain (jika ada) yang belum
terselesaikan.
- mempersiapkan
diri secara spiritual untuk menghadapi kematian. Christine menulis:
“setiap tradisi keagamaan menekankan bahwa mempersiapkan diri secara
spiritual untuk menghadapi kematian adalah penting sehingga seseorang
melaksanakan praktek mendarah daging dengan begitu dalam sehingga dia
menjadi bagian dari daging dan tulang kita, respons reflektif kita
terhadap setiap situasi dalam kehidupan, termasuk pengalaman-pengalaman
dari penderitaan kita.”
- menemukan
arti kehidupan. Banyak orang menjalani kehidupan tanpa suatu gagasan yang
jelas mengenai apa tujuan dan arti kehidupannya. Kurangnya kejernihan
mengenai hal ini dapat menjadi suatu problem ketika seseorang menjadi bertambah
tua dan semakin dekat dengan kematian sebab seseorang akan semakin lemah
dan lebih bergantung pada orang lain. Maka perlu menyelidiki
pertanyaan-pertanyaan semacam ini, “apa tujuan hidup saya? Mengapa saya
berada di sini?apa yang penting dan tidak penting?”
Sesungguhnya tulisan ini hanya
sebagian titik dari sebuah maha karya lukisan yang menggambarkan kematian.
Masih perlu kita sadari bahwa sebuah kematian adalah titik awal dari proses
belajar kehidupan, masih banyak embun tetes air yang perlu kita serapi kedalam
kesadaran hidup ini. Saya berharap dengan inspirasi sederhana ini kita semua
dapat menerima kematian dan tidak begitu takut terhadapnya, baik kematian
terhadap diri sendiri maupun kematian orang lain. Jadikan diri kita penuh
damai, sadar dan bijaksana dalam menyikapi kematian.
Daftar Pustaka: Khadro, Sangye Ven. 2007.
Menghadapi Kematian. Dian Dharma, Jakarta.
wah pembahasaan yang berat tapi dijelaskan dengan menarik :)
BalasHapuswah,. justru gw banyak nyontek dari u,. tulisan u bener2 menarik semua,. :)
Hapusrobertt pembahasan nya mantep-mantep
BalasHapusmakaci septria,. :D
Hapusbuset dah ini bet, gak gw baca sampe abis sih, takut gw sama yang mati mati gitu...
BalasHapushahahaha,. Gpp lah, wajar kalo masih takut,. :D
Hapus